Senin, 13 Desember 2010

C. DUA TANDA

NOPEMBER, 1996
Setengah melompat dari tempat tidurnya Diana menyambar handuk yang tergantung di gantungan belakang pintu kamar tidurnya, “Ibu kenapa ngak bangunin Diana bu?” teriak diana memacu langkahnya menuju kamar mandi.
“Memangnya kamu mau kemana din?”sahut ibu Diana dari ruang dapur.
“Kuliah bu..” teriak Diana dari dalam kamar mandi, Bunyi gemercik air mulai terdengar menyiram ke tubuhnya.
“hmm..Ibu tidak tau din..” jawab sang ibu lembut, dia terdiam sejenak berdiri menghadap kichen sing, menyelesaikan cucian piringnya.


Diana seorang gadis berparas cantik berumur Sembilan belas tahun, Diana yang memiliki tubuh langsing, tinggi, berkulit putih bersih dan berambut lurus hitam pekat sebahu merupakan anak tunggal dari keluarga yang sederhana, ayah Diana telah meninggal dunia empat tahun silam ketika Diana masih duduk di kelas satu SLTA.

a

Siang itu, Sultan baru saja keluar dari sebuah rumah makan sederhana yang letaknya tak jauh dari kantor barunya tempat dia kini bekerja, pemuda yang memiliki postur tubuh tinggi tegap dan berwajah tampan ini adalah seorang sarjana arsitektur lulusan perguruan tinggi swasta di kota Bandung. Dia anak ke dua dari dua bersaudara, orang tua-nya salah satu pengusaha yang tergolong sukses di kota itu, sehingga sejak kecil dia hidup dilingkungan yang serba berkecukupan, dengan kata lain sosok Sultan bisa dikatakan sosok yang memiliki kehidupan yang hampir sempurna, selain memiliki wajah yang tampan, tubuh yang tegap, cerdas, mapan juga memiliki keturunan yang bisa dikatakan terhormat.

 a

Dalam gelisah Diana berdiri di halte menunggu angkutan yang biasa dia tumpangi menuju tempat kuliahnya “uwgh.. ngak biasanya angkutan telat begini” gerutu Diana, tak sabar duduk menunggu di kursi halte, kemudian Diana berdiri melangkah ke tepian trotoar jalan.
Matanya tajam menatap ke ujung jalan yang berkelok berharap yang ditunggu segera tiba.
Dalam berdiri tak bergeming dia menatap dan terus berharap.
Beberapa menit kemudian dia kembali duduk, namun tak lama kemudian dia pun kembali berdiri melangkah ketepi jalan lagi, kegelisahan hati tak mampu ditutupi oleh gerak dirinya yang tengah berpacu dengan waktu.

a

Sa’at itu cuaca mendung menyelimuti langit, akan tetapi ruas jalan tampak begitu ramai oleh lalu lalang kendaraan dan sesekali di bisingkan oleh suara klakson yang bersahutan, malah tak jarang terdengar gerutu caci maki kekesalan terlontar dari para pengendaranya. Bagi sebagian pengendara-pengendara kendaraan bermotor roda dua terlihat sesekali memaksa diri tuk saling mendahului, selinap sana - selinap sini di antara sela-sela kendaraan roda empat.
Entah apa yang mereka buru, sehingga terkadang mereka tak memperhatikan lagi keselamatan dirinya bahkan keselamatan orang lain.
Waktukah? atau karena mereka khawatir langit segera menurunkan hujannya?

MBOH.. aku tidak tahu..!

Akan tetapi kejadian seperti ini selalu saja terulang setiap hari-nya.
Mungkinkah karena sebuah alasan yang selalu dapat mengalahkan ancaman marabahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain.?
Lagi-lagi aku tidak dapat menjawab-nya.

 Pemandangan seperti ini seolah telah begitu akrab dan dinikmati oleh kita, tak ubahnya suatu pemandangan yang biasa kita tonton setiap waktu dalam hidup kita.

Sejenak Sultan berdiri di trotoar jalan, sebatang rokok yang dihisapnya menemani sultan yang tertegun lama berdiri disitu, seakan ada yang membuat dirinya tertarik untuk tetap berdiri disitu.
“Diana..” kata hati Sultan berbisik ragu.

Seakan mendengar bisik hati seseorang memanggil namanya, Dianapun perlahan membalikan arah pandangannya ke arah Sultan yang sejak tadi memperhatikannya beberapa meter dari halte tempat dia menunggu angkutan.
Dua mata beradu tatapan, seulas senyum tersungging dari bibir Sultan hingga memalingkan tatapan Diana yang mendadak salah tingkah dibuatnya, kening Diana mengerut, dia mencoba mengingat sesuatu akan apa yang baru saja di tatapnya
.
“Perasaanku , aku pernah melihat dan mengenal pemuda itu, tapi dimana?” memori di otaknya bekerja keras menggali kembali masa lalu yang pernah dia lewati dan berhubungan dengan sosok pemuda yang baru saja melontarkan senyum kepadanya hingga membuat dirinya tertunduk tak mampu untuk membalas tatap dan senyumannya.
Dari tepi jalan, Perlahan dan diam-diam dia kembali mengintip sosok pemuda yang dia yakin pernah dia jumpainya sebelum itu.
“Astaga.. dia masih memperhatikan-ku” detak jantung Diana mulai terpacu setelah yakin bahwa senyum itu untuk dirinya.
Belum juga terjawab segala tanya yang ada dihati dan pikirannya,

AWAAAS..! teriak Sultan mencoba memperingatkan Diana. Sultan berlari sekencang-kencangnya ke arah Diana, ketika secara tiba-tiba dia melihat munculnya sebuah kendaraan bermotor melaju dengan kecepatan tinggi dari balik sela antrian mobil kijang tepat didepan dimana Diana tengah berdiri, rokok yang tengah di hisapnya-pun dengan reflek Sultan buang.

Sementara Diana yang masih asik bermain dalam hayal mencari jawaban di benak memori kepalanya tidak menyadari akan munculnya bahaya yang secara tiba-tiba mengancam diri-nya.  
Diana begitu kaget, mendengar teriakan Sultan dan sudut matanya menangkap pandangan pemuda itu tengah berlari tergesa-gesa ke arahnya,
Mata Diana terbelalak tertuju ke arah Sultan yang berlari kencang semakin mendekatinya. Tak sedikitpun dia berpikir ada bahaya mengancam dibelakang, Diana hanya melihat Sultan yang pikirnya hendak menerkam dirinya.

 “BRAAAK…!!"
Tubuh diana terpental , ketika sikut kanan-nya tersambar kendaraan bermotor yang muncul dari arah belakang Diana. Dia berteriak kaget dan kesakitan. Masih untung baginya Sultan yang tiba tepat waktu dengan gesit menangkap tubuh diana hingga Diana terselamatkan tidak sampai jatuh tersungkur di trotoar.
Setelah berhasil menyelamatkan Diana kemudian Sultan berlari berusaha mengejar pengendara motor yang terlihat sempat oleng, namun si pengendara motor kemudian berhasil menguasai keseimbangannya dan kembali memacu motornya kabur tanpa melirik lagi kearahnya.

“HEY jangan lari, BERHENTI..!! teriak Sultan.
Akan tetapi usaha Sultan itu sia-sia, motor yang dikerjanya menghilang dibalik kelokan jalan. Sultan-pun kemudian kembali setengah berlari menghampiri Diana yang kini tampak tengah duduk di halte melepas kekagetan atas kejadian yang baru saja menimpanya. 
“Kamu tidak apa-apa..? tanya Sultan dengan napas ngos-ngosan, setibanya kembali di hadapan Diana dan duduk disampingnya.
“Iya aku baik-baik saja kak, terimakasih ya.“ jawab Diana.
Owh iya, namaku Diana…” sambung Diana mencoba mengenalkan diri.
“Aku tau.” Jawab Sultan pendek.

“Kakak tau nama aku darimana?, apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” kepenasaranan Diana semakin menjadi, akan tetapi keyakinannya semakin bertambah kalau sebenarnya mereka pernah bertegur sapa sebelumnya.
“Ya. Sekitar dua tahun lalu ketika kamu nabrak aku dan minta tolong dari kejaran temanmu yang berambut ikal itu” dengan menatap tajam ke wajah Diana, Sultan mencoba mengingatkan Diana yang terlihat masih kebingungan.
Kembali kening diana berkerut, dia mulai kembali mengingat apa yang baru saja dikatakan Sultan.
“Owh.. aku ingat.. hehe.. iya, iya sekarang aku ingat kak..” tawa Diana menghias bibirnya, Dia seakan baru saja menemukan file masa lalunya yang sejak tadi digali di dalam memori kepalanya. “Kakak yang waktu itu tolong aku dari kejaran si Johan temen aku itu ya? Hihihi.., tapi darimana kaka tau nama aku Diana?”
“Temanmu itu yang manggil kamu Diana waktu itu kan?” Jawab Sultan tersenyum ramah.
“Owh ya iya, hehe..” kembali Diana tersenyum.
“Tapi tidak ada salah ah kalau sekarang aku kenalin diri, sekalian ngucapin terimakasih karena sudah dua kali kaka jadi malaikat penolong-ku” tangan putih dengan kulit yang tampak terlihat penuh bulu lembut Diana di julurkan-nya ke arah Sultan.
“Panggil aku Sultan,” ucap Sultan menyambut jabat tangan Diana. “Benar kamu tidak apa-apa..?”
“Tidak kok, aku tidak apa-apa.. hanya sedikit kaget saja” Diana memastikan keadaannya.
“Lain kali kamu harus lebih hati-hati, Ooo.. yaa, kamu hendak pergi kemana..?”
“Aku hendak berangkat kuliah, kakak sendiri mau kemana..?” Diana berbalik tanya terhadap Sultan yang kini duduk didekatnya.
“Aku..??”
“Iya..!”
“Eeehh.. A-aku ngak kemana-mana, aku kerja di kantor samping gang ranggalawe itu” ada perasaan  gugup terhadap diri Sultan ketika tangannya menyentuh telapak tangan Diana yang halus dan dingin merasuk hingga ke dalam sum-sum tulangnya.
“Oooh.. kantor baru itu ya, pantes saja aku baru melihat kakak”
“Memangnya Diana orang sini?”
“He’eemh.., Rumahku tak jauh dari kantor Kakak itu, dua blok dibelakang kantor” sambil menganggukan kepala Diana menjawab, dengan telunjuk menunjuk kearah gang Ranggalawe-II yang terletak di samping kantor Sultan.
Ditengah deru debu ramainya lalu lalang kendaraan, keduanya mulai akrab saling berkenalan, asik berbincang-bincang kesana kemari dan sesekali terdengar gelak tawa mereka, seolah yang baru saja menimpa mereka tadi tak dihiraukannya lagi.

Lagu benih-benih cinta mengalun merdu diantara tatap mata dan derai senyum yang saling terlontar diantara canda rianya.

Indahnya mata-mu itu Diana, andai saja aku dapat menjadi pacar-mu sungguh aku akan menjadi orang yang sangat beruntung

Gumam hati Sultan yang tak henti diam-diam memperhatikan mata dan bibir tipis Diana setiap Diana berkata-kata.



Pemuda ini selain baik ternyata sangat tampan, lembut tutur katanya. Mungkinkah dia suka terhadapku..owgh. kenapa pikirku jadi ngelantur? Tapi aku jujur berasa senang berada di dekatnya, ada apa dengan diriku?, sadar Diana sadar.. kamu tidak mengenal siapa pemuda ini sebenarnya." Kecamuk ungkapan rasa Diana tak jauh berbeda dengan apa yang Sultan rasa, disetiap ada kesempatan keduanya diam-diam saling mencuri pandang.   

Obrolan mereka akhirnya harus diakhiri ketika sebuah angkutan kota berhenti di depan mereka, Diana kemudian berpamitan untuk segera berangkat ke kampusnya naik angkutan yang baru saja berhenti di depannya.
“KAK.., Aku berangkat dulu ya, sekali lagi terimakasih” pamit Diana kepada Sultan.
“OKE.., hati-hati dijalan, Sampai bertemu kembali ya”  terlukis senyuman di bibirnya Sultan kemudian berdiri melepas Diana pergi naik angkutan kota itu.
“Iya sampai nanti” sahut Diana yang kini sudah duduk didalam mobil angkutan. Sultan berdiri tertegun lama tak henti mataya menatap angkutan kota yang Diana tumpangi sampai akhirnya hilang dibalik jalan yang berkelok, Dia tersenyum sendiri, “Hemmmh.. benar-benar hari keberuntunganku hari ini bisa menolong dan berkenalan dengan Diana” gumam Sultan.

a

Tidak ada komentar:

Posting Komentar